Kode Etik DPR

Kode etik

Sebelum kita masuk pada  bagian utama artikel ini, alangkah baiknya kita tahu terlebih dahulu apa itu Kode etik, Kode etik adalah tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu.
Kode Etik DPR yang disusun pada tahun 2004 akan direvisi oleh BK dengan menghilangkan ketentuan mengenai larangan menerima gratifikasi atau suap karena dianggap bahwa aturan mengenai gratifikasi telah diatur olehn undang-undang sehingga tak perlu diulangi dalam Kode Etik.

 ” Larangan mencuri, misalnya sudah diatur dalam KUHP, jadi tak perlu diatur dalam Kode Etik. Demikian pula dengan larangan gratifikasi juga sama, sudah diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi, ” kata Wakil Ketua BK (Kompas 18/2/2011).

 Dalam Kode Etik yang baru akan dicantumkan larangan bagi anggota DPR untuk mengunjungi lokalisasi pelacuran dan rumah judi atau kasino. Aturan ini memang tidak tercantum dalam KUHP atau undang-undang manapun sehingga dianggap perlu dimasukkan ke dalam Kode Etik. Padahal, di Indonesia tidak ada itu lokalisasi pelacuran atau kasino, kecuali di luar negeri. Jadi kalau nonton tari perut tidak melanggar etika karena bukan di lokalisasi pelacuran.

 Lucunya, ada anggota DPR yang mempersoalkan kata-kata “pelacuran” yang dianggap terlampau vulgar sehingga perlu diganti dengan istilah lain. Sedangkan BK menyatakan istilah pelacuran lebih Indonesia daripada prostitusi yang berasal dari bahasa asing. Begitulah cara kerja DPR, berdebat untuk hal-hal sepele dengan melupakan atau pura-pura lupa mengenai masalah inti nya.

 Sebenarnya, Kode Etik DPR tidak perlu dipersoalkan melanggar hukum kelaziman atau kepatutan, sudah diatur atau tidak diatur oleh KUHP dan undang-undang, istilah asing atau istilah aseli, siapa yang jadi subyek atau siapa yang jadi obyeknya, direvisi atau tidak direvisi. Semuanya akan sia-sia belaka kalau anggota DPR sendiri tidak memiliki moralitas sertta integritas yang memadai.

 Kode Etik seindah apapun tidak menjamin segala sesuatunya akan berjalan mulus. Kode Etik sekeras apapun tidak akan efektif kalau anggota DPR tidak menghargai kehormatan dan martabat dirinya sendiri. Semuanya terpulang kembali kepada orang yang menjalaninya, bukan kepada orang lain.

 Anggota DPR terdiri dari orang-orang pilihan. Anggota DPR adalah  kelas elite dari masyarakat Indonesia yang mewakili 237 juta penduduk. Anggota DPR adalah orang-orang yang pandai bicara dan berdebat. Jadi sebenarnya tidak perlu lagi ada Kode Etik, karena setiap ketentuan yang tercantum didalam Kode Etik pasti dapat dilanggar dan dimanipulasi dengan segudang argumentasi. Karena pada dasarnya anggota DPR sebenarnya memiliki etika yang tipis.

Ulasan :
menurut saya sudah sepantasnya para wakil-wakil kita (rakyat) tidak melakukan hal2 yang tidak sepantasnya. seperti mencuri, pergi ke tempat hiburan malam atau bahkan menerima SUAP, karena mereka adalah orang2 yang terpilih untuk menyuarakan suara2 jeritan rakyat indonesia. penerapan Kode etik ini amat sangat di perlukan karena mereka akan menjadi contoh dan sorotan publik, dan menurut saya angota2 DPR sebaiknya tidak terlalu di manjakan dengan berbagai fasilitas yang mewah dan gaji yang sangat besar dan bahkan mereka seharusnya mau bekerja tampa di gaji (kerja sosial) karena tugas sebenarnya mereka adalah menyampaikan suara2 kami. suara rakyat2 jelata yang masih banyak hidup di tengah kemiskian, alangkah lebih bermanfaat gaji mereka di gunakan untuk menolong sesama, tampa pamrih. karena dengan begitu mereka barulah layak untuk disebut WAKIL RAKYAT

Total Tayangan Halaman